Sunday, November 19, 2006

Terdakwa dan keluarga Mutilasi Saling Memaafkan

Senin, 20 November 2006

Jakarta, Tiga terdakwa dan keluaraga korban kekerasan Poso, Sulawesi Tengah, bertemu di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Minggu siang untuk saling memaafkan atas peristiwa yang terjadi 29 Oktober 2005 lalu.

“Pertemuan untuk minta maaf itu atas niat dari terdakwa kekerasan Poso. Tidak ada rekayasa, sehingga kami memfasilitasi agar keluarga korban dan terdakwa bisa bertemu,” kata Wakil Kepala Devisi Humas Polri Berigjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta. Minggu.

Ketiga terdakwa yang kini di PN Jakarta Pusat itu adalah Hasanuddin, Irwanto dan Haris. Mereka didakwa membunuh dan memutilasi tiga warga Bukit Bambu, Poso yakni Alfito Palino, Theresia dan Yarmi Sambua.

Hasanuddin Cs minta maaf kepada keluarga korban, sedangkan pihak keluarga juga memaafkan karena memaafkan merupakan salah satu ajaran agama meraka,” ujar Anton.

Ketiga terdakwa sejak penyelidikan hingga kini di tahan di Mabes Polri, Jakarta. “Kebetulan para keluarga korban hari ini ada di Jakarta karena akan datang di persidangan hari Rabu, (22/11) besak di PN Jakarta Pusat sehingga kami memfasilitasinya untuk bertemu dengan ketiga terdakwa di Mabes Polri,” kata Anton.

Ia mengatakan, pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga 11.30 WIB menjadi ajang kedua belah pihak untuk mengungkapkan “uneg uneg” (perasaan yang lama terpendam) antara kedua belah pihak.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Sutanto menyambut baik pertemuan itu dimana pelaku kekerasan mau meminta maaf kepada keluarga korban.

“Mudah-mudahan permintaah maaf itu bisa membuat situasi di Poso semakin kondusif dan aman sesuai dengan kesepakatan Malino II dan pertemuan Wapres Jusuf Kalla dengan Tokoh Masyarakat dan Agama Poso beberapa waktu lalu,” katanya.

Kendati begitu, Sutanto mengatkan, proses hukum akan tetap berjalan dan permintaan maaf itu akan membuat situasi lebih kondusif.

Poso terus dilanda berbagai tindak kekerasan sejak tahun 2000 lalu, yang dimulai dengan penyerangan di sebuah pesantren di daerah itu. Ketiga pelaku kerusuha Poso telah dieksekusi mati yakni Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva atas kerusuhan missal tahun 2000 yang menewaskan ratusan orang.

Selain itu, Poso terus didera berbagai tindak kekerasan hingga kini, diantaranya adalah penembakan Pendeta Irianto Kongkoli 16 Oktober 2006.

Kasus lain adalah penembakan jaksa Ferry Silalahi, Pendeta Susianti Tinulele dan William, pengusaha perhiasan emas. Ferry ditembak tahun 2003 lalu, Susianti ditembak 18 Juli 2004 sedangkan Williampada Pebruari 2006.

Pembunuhan I Wayan Sumaryase, 29 Mei 2001 berhasil diungkap polisi dengan menangkap dua orang yakni Mehummad Yusuf Asafa dan Andi Ipong.

Keduanya telah divonis sembilan tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat dan kini sedang naik banding. Putusan hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut 20 tahun penjara. ANT

Polisi : Konflik Poso Akibat Pertikaian Elit

Senin, 20 November 2006

Jakarta, delapan tahun sudah Poso, Sulawesi Tengah, diwarnai konflik antarwarganya. Kasatgasops Poso Brigjen Pol Muhammad Guntur menyatakan konflik tersebut disebabkan oleh pertikaian yang terjadi di antara elit Politik dan Pemerintahan.

Demikian disampaikan Guntur usai acara permohonan maaf 3 pelaku mutilasi 3 siswi SMU Kristen Poso kepada keluarga korban, di Mabes Polri, Jl.Trunojoyo, Jakarta, Minggu (19/11).

“Komflik Poso baik jilid I dan II tidak lepas dari pertikaian di tingkat elit. Gubernur dan Bupati, saya mohon maaf. Tapi inilah fakta yang saya lihat di lapangan,” beber Guntur.

Dia mencontohkan, dalam konflik jilid I, ada kepentingan elit terkait pemilihan Bupati. Masing-masing ingin memobilisasi dukungan sehingga terjadi pertikaian di masyarakat.

Dia berpendapat, untuk memulihkan perdamaian di Poso semua pihak harus terlibat. “Perlu komunikasi dan kerja sama, sehingga ketidakakuran ini bisa kita selesaikan.,” cetus dia.

Selain itu pemerintah harus memperhatikan perekonomian dan kesejahteraan, serta meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.

“Kalau ini dijalankan, maka ini bisa membantu meminimalisir persoalan. Ini seperti yang diinginkan oleh Hasanuddin (salah satu pelaku mutilasi 3 siswi Poso),” cetusnya lagi. ANT

Hasanudin : Mutilasi Karena Akumulasi Kekecewaan

Senin, 20 November 2006

Jakarta, Hasanuddin, salah satu terdakwa kasus mutilasi 3 siswi SMU Kristen Poso mengaku melakukan mutilasi karena kecewa dengan berbagai persoalan yang terjadi di Poso selama 8 tahun.

Hasanuddin juga mengaku perbuatanya itu bukan dilakukan atas pesanan atau direncanakan sebelumnya.

Demikian disampaikan Hasanuddin saat ditanya wartawan, usai meminta maaf kepada keluarga korban, di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (19/11).
“Tidaka ada strukturisasi ataupun rencana. Kami nggak punya atasan. Kami anak mudah yang melihat ini semua akumulasi kekecewaan yang menumpuk dan luar biasa,” aku Hasanuddin.

Pria berusia 33 tahun ini berpandangan konflik yang terjadi di Poso bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Ada keterkaitan antara satu persoalan dengan persoalan lain.

“Kalau dilihat dari korban, ini sistematis. Maka perlu dilihat siapa pihak yang menginginkan itu. Kami sendiri ingin tahu apa persoalan di Poso sebenarnya sampai terjadi jilid ketiga,” urainya.

Dia juga menegaskan, Tibo Cs yang telah dieksekusi mati beberapa waktu lalu bukanlah otak dari beragam kerusuhan yang terjadi selama ini. “Mas Tibo bukan actor di balik itu semua. Polri harus usut ini,” tandasnya. ANT

Friday, November 17, 2006

Brimob Show Force di Poso

Patroli dengan Panser, Sempat Dihadang Massa

Kamis, 16 November 2006

POSO– Brimob show force (unjuk kekuatan) di Poso, kemarin (15/11). Satu kompi pasukan gabungan BKO Brimob dan Gegana dilengkapi senjata dan panser menggelar patroli keamanan di sejumlah ruas jalan. Meski berjalan lancar, namun iring-iringan pasukan sempat dihadang massa.

Persiapan patroli kemarin terlihat begitu matang. Sebelum turun berpatroli, pasukan terlebih dahulu diberikan arahan dan petunjuk oleh masing-masing komandannya. Tidak hanya Danru, Danton, dan Danki yang memberi arahan. Kapolres Poso AKBP Rudy Sufahriadi juga ikut memberikan petunjuk patroli kepada ratusan pesonel di lapangan Mapolres Poso.

Salah satu arahan yang disampaikan saat apel, adalah patroli ini bertujuan memberikan rasa aman masyarakat, dan bukan sebaliknya meresahkan warga. "Patroli untuk memberi rasa aman masyarakat. Jangan terpancing jika ada yang memukul tiang listrik atau melempari kita dengan batu. Kalau ada warga yang menembak, balas," pesan Kapolres Rudy kepada pasukannya.

Terlihat, sebelum berangkat melaksanakan patroli, masing-masing komandan diberikan peta wilayah operasi. Dalam melaksanakan patroli keliling, pasukan elit polri itu, bukan hanya menenteng senjata laras panjang saja. Tetapi mereka juga dilengkapi dengan baju dan helm kepala anti peluru (baja).

Tidak cuma itu, dua panser yang selama ini parkir di garasi Mapolres Poso, juga diikutsertakan. Patroli yang dilaksanakan mulai pukul 9.30-11.00 Wita tersebut, hanya dilaksanakan di wilayah Kelurahan Gebangrejo, Kecamatan Poso Kota.

Di kelurahan ini hanya beberapa ruas jalan yang dilalui personel Brimob dan Gegana. Di antaranya, Jalan Pulau Irian Jaya, Jalan Pulau Madura dan Jalan Pulau Jawa II. Mengawali patroli, ratusan pasukan brimob itu masuk melewati Jalan Pulau Irian Jaya. Tiba di pertigaan Jalan Irian Jaya-Madura, sebagian besar pasukan satu per satu turun dari panser dan mobil truk.

Pasukan kemudian dibagi dua, sebagian berjalan kaki menuju ke arah Jalan Pulau Madura dan sebagian masuk melalui Jalan Pulau Kalimantan. Di akhir patrolinya, dua kelompok pasukan tersebut bertemu di pertigaan Jalan Pulau Jawa II dan Jalan Pulau Irian Jaya. Masing-masing pasukan jalan kaki dikawal oleh dua truk pasukan dan dua unit panser.

Di sepanjang jalan yang dilewati, pasukan elit Polri tersebut mengundang perhatian warga Gebangrejo. Banyak masyarakat yang keluar rumah untuk sekadar melihat-lihat.

Ada hal yang menarik saat berlangsungnya patroli. Melihat banyak pasukan bersenjata lengkap dengan dua pansernya berhenti di pertigaan Jalan Pulau Jawa II-Jalan Pulau Irian Jaya, masyarakat di kompleks tanah Runtuh Langsung memukuli tiang listrik.

Tak ayal, puluhan massa langsung turun ke jalan melakukan penghadangan dengan menggunakan ban bekas. Massa sempat panas dan berteriak sambil memanggil pasukan Brimob untuk maju ke lokasi massa. Tetapi, karena memang patroli tidak mengagendakan ke kompleks Tanah Runtuh, pasukan elit Polri itu memilih diam. Selanjutnya, pasukan kembali naik ke mobil dan pansernya kembali menuju ke arah Mapolres Poso. (Cr5)