Friday, November 17, 2006

Kepala BIN: Polri Harus Berani Tangkap Peneror Poso

Senin, 6 November 2006

Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar
menegaskan Polri harus berani menangkap orang-orang yang diduga
terlibat dalam tindakan kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng),
jika tindakan persuasi untuk mengajak mereka menyerahkan diri gagal
dilakukan.
"Kalau persuasi tidak berhasil, polisi harus berani bertindak," kata
Syamsir mengemukakan hal itu kepada pers di kantor Kepresidenan
Jakarta, Senin (6/11) pagi, ketika dimintai komentar tentang belum
diserahkannya juga oleh sebuah organisasi, orang-orang yang dianggap
terlibat dalam berbagai tindakan kekerasan di Poso, Sulteng.
Ketika ditanya wartawan apakah pemerintah akan menetapkan batas waktu,
Kepala BIN tidak mau memberikan jawaban.
Mabes Polri telah memberi batas waktu hingga Selasa (7/11) bagi Ketua
Forum Silaturahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso Adnan Arsal untuk
menyerahkan ke-29 tersangka kasus kekerasan di Poso yang masuk dalam
Daftar Pencarian Orang (DPO) Mabes Polri. Hingga kini, Adnan Arsal
belum juga menyerahkan ke-29 tersangka tersebut. Belakangan, yang
bersangkutan malah muncul di Jakarta.
Terkait dengan 29 tersangka DPO yang hingga kini belum menyerahkan
diri, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tengah (Sulteng)
Brigjen Badrodin Haiti mengatakan pihaknya tetap akan menangkap ke-29
tersangka yang masuk DPO Mabes Polri itu. Dia mengatakan pihaknya
adalah aparat penegak hukum yang bertugas untuk menegakkan hukum.
"Jadi semuanya harus berdasarkan hukum, tidak bisa berdasarkan emosi
atau yang lain," katanya ketika dihubungi SH, Senin pagi.
Dia menegaskan pihaknya akan menindas tegas siapapun yang melanggar
hukum di wilayah Sulteng. "Silakan berjuang di Poso. Namun, saya
ingatkan jangan dengan cara kekerasan.

Kalau sudah melanggar hukum, ya pasti akan tindak tegas sesuai dengan
aturan hukum," kata Kapolda Brigjen Badrodin Haiti.
Penegasan itu disampaikannya menanggapi kampanye yang kini tengah
dilakukan Ketua Forum Silaturahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso Adnan
Arsal di Jakarta.
Seusai ceramah dengan tema "Menguak Misteri Konflik Poso" yang digelar
Garda Ummat Islam Bekasi bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bekasi
dan sejumlah organisasi Islam Bekasi, Sabtu (4/11) siang, Adnan Arsal
mengajak para anggota ormas Islam dapat bergabung di Poso untuk
berjihad.
Dalam kesempatan itu, Adnan Arsal juga meminta bantuan dari semua
organisasi massa Islam baik bantuan advokasi hukum maupun finansial.
Dia mengatakan supaya umat Islam jangan dizalimi.
Adnan Arsal menambahkan, "Polisi harus bisa membaca suasana ini secara
adil." Hal itu dikatakannya menjawab pertanyaan apakah kedatangan
ormas berjihad di Poso tidak justru memperkeruh suasana.
Selanjutnya, Kapolda mengatakan kesempatan sekarang ini dapat saja
digunakan Adnan Arsal untuk mencari dana dan meminta dukungan."Kalau
perjuangannya nonkekerasan itu mungkin baik. Tapi, kalau dengan
melanggar hukum, kami tentu tidak akan main-main, pasti kami tindak,"
katanya.

Cari Dasar Hukum
Sementara itu, pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng)
saat ini tengah mencari dasar hukum untuk segera menangkap Ketua Forum
Silarurahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso (FSPUI) Adnan Arsal.
Hal itu diungkap sumber SH di Palu, Senin (6/11) pagi. Sumber yang
tidak mau disebut namanya itu mengungkapkan pihak Polda Sulteng telah
mengadakan rapat khusus untuk membahas dasar hukum yang akan digunakan
polisi untuk menangkap Adnan Arsal yang juga pimpinan Pondok Pesantren
Al Amanah di Tanah Runtuh, Poso.
Sumber itu menambahkan pihak kepolisian menduga keterlibatan Adnan
Arsal dalam sejumlah aksi kekerasan di Poso dan sekitarnya."Kini tim
penyidik tengah mencari bukti kuat keterlibatan Adnan Arsal itu. Bukti
menyangkut keterlibatan Adnan Arsal dapat diperoleh jika Basri, salah
satu pelaku pemanggalan tiga siswi SMU Kristen Poso, dapat ditangkap.
Basri adalah anak kandung Adnan Arsal," katanya.
Sejauh ini, tambah sumber itu, pihak Polda Sulteng berharap dari
pengakuan sejumlah tersangka kasus kekerasan di Poso yang sudah
ditangkap seperti Hasanuddin atau Ponirin alias Andi Ipong. Namun
hingga kini, para tersangka yang telah ditangkap itu belum mengaku
perihal keterlibatan Adnan Arsal.
Sumber SH lainnya menyebutkan pihak kepolisian kini terus memantau
gerak-gerik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Amanah. Ada dugaan
beberapa tersangka tindak kekerasan di Poso yang masuk dalam DPO Mabes
Polri masih bersembunyi di Pondok Pesantren Al Amanah di Tanah Runtuh
itu.

Dikeluarkan dari Poso
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi, usai
bertemu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, di Kediaman Wapres, Sabtu
(5/11) siang, meminta seluruh orang yang melakukan kekerasan serta
menjadi sumber kekerasan dari semua kelompok agama harus dikeluarkan
dari Poso.
"Semua baik yang beragama Islam, Katolik, Kristen, bagaimana caranya
tentu pemerintah yang punya metode untuk itu. Prinsipnya, mereka harus
dipisahkan mereka dari masyarakat Poso," katanya.
Menurut Hasyim Muzadi, ternyata yang melakukan kekerasan ini
orang-orang datang dari luar daerah. "Mereka ini dipulangkan saja.
Jangan pandang agama. Insya Allah nanti pada awal Desember tokoh-tokoh
agama merencanakan islah sebagai rekonsiliasi religius, tapi harus
didahului dengan pengondisian di bidang keamanan," tambahnya
(ant/terna dwi lidiawati/eddy lahengko/norman meoko)

No comments: